Membangun Kesadaran Wihdatul Ummat Antara Muslimin Di Nusantara Melalui Tarbiyah Al Qur’an

Membangun Kesadaran Wihdatul Ummat Antara Muslimin Di Nusantara Melalui Tarbiyah Al Qur’an Oleh : Dr. Abdulloh Abu Bakar Haji Isma-il Al-Fathoni الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين وعلى آله وصحبه أجمعين. وبعد.. Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya sehingga kita beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan mengamalkan al-Islam. Solawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘‘Alaihi Wasallam beserta keluarganya dan para sahabatnya. Telah menjadi tugas utama bagi kaum muslim dalam membangun kesadaran untuk menyatukan umat di seluruh dunia dan di Nusantara khususnya, pada saat ini terdapat banyak perselisihan diantara kaum muslimin yang dapat menyebabkan perpecahan umat. Kita sebagai kaum muslim seharusnya khawatir terhadap masalah yang dihadapi saat ini, baik di Nusantara ataupun dalam dunia islam secara global, tidak hanya perselisihan dalam masalah Far-iyah tetapi juga berselisih dalam masalah Usuliyah. Kita akan berdosa jika menyebabkan perpecahan dan menyalahgunakan pemahaman agama yang sebenarnya diturunkan untuk menyatukan umat. Kaum muslimin seharusnya saling berusaha untuk menyatukan umat, agar mendapatkan balasan pahala, tetapi yang menyedihkan ialah diantara mereka malah saling tuduh menuduh, saling hukum menghukum, bahkan saling menyesatkan. Hari ini kita sering berselisih dalam masalah Agama dan apakah masalah kita sampai menyebabkan terjadinya perpecahan? Sebagian orang tidak hanya mengatakan yang baik-baik saja, bahkan ada pula keburukan yang dikatakan. Bahkan seorang da’i yang seharusnya mengajarkan agama yang benar, tetapi tidak jarang mereka justru melakukan perpecahan diantara kaum muslimin itu sendiri. Bahkan diantara kita juga ada yang sering membesar-besarkan masalah yang kecil, serta mengentengkan perkara yang besar. Oleh karena itu, mulai hari ini pola pikir kaum Muslimin harus dirubah, sebaiknya berusaha mencari jalan untuk menyatukan umat Islam, mengeratkan tali silaturahmi, dan mengikuti contoh dari para sahabat yang telah berjaya mempertahankan kesatuan dan kereratan persaudaraan, padahal banyak permasalahan yang terjadi diantara mereka. Sebenarnya kejayaan itu berasal dari hati yang murni, hati Taiyibah, yang memberi cahaya kepada Syakhsyiah Taiyibah dari kalimah Taiyibah. Pendidikan para sahabat adalah pendidikan Al-Qur’an, pendidikan dari Rasululloh, mereka memperhatikan seluruh kehidupan Rasululloh, mereka saling mengasihi seperti Rosululloh, memahami dengan apa yang mereka alami, melihat kehidupan Rosul, hidup sesuai wahyu, dan setiap masalah diberi jawaban oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasululloh Shallallahu‘‘Alaihi Wasallam. Dengan demikian mereka paham wasilah dan tujuan, tetapi sebaliknya kita hari ini paham wasilah tetapi tujuannya tidak lagi faqih dan paham. Orang Islam hari ini, banyak memperdebatkan masalah Far-iyah, seolah-olah agama hanya masalah Far-iyah. Ada sebagian penceramah agama yang populer karena masalah-masalah seperti ini, sedangkan mereka tidak melakukan penyatuan umat yang menjadi masalah Usuliyah.Seringkali masalah Usuliyah kita abaikan, bahkan kita dijelaskan bahwa masalah-masalah Usuliyah itu menjelaskan masalah Aqidah yang mana para sahabat tidak ingin bertanya kepada baginda Rosululloh walaupun satu kali saja ketika Rosul bersama mereka, tetapi saat ini sebaliknya masalah-masalah Aqidah dibesar-besarkan dalam televisi dan media lain walaupun mereka tahu efeknya. Kalau kita mengingat kembali kepada sejarah para sahabat, ulama Islam yang terdahulu, mereka semua mencoba menjauhkan dari perpecahan umat, bahkan mereka mencari jalan keluar untuk kesatuan umat. Begitu juga sekira kita ketika sejarah sebelum kedatangan Islam, orang-orang Arab terdapat beberapa Qabilah, kerap kali mereka berperang diantara mereka sendiri, berpecah-belah secara terus-menerus, sehingga datangnya Islam, kemudian mereka memeluk agama Islma, kemudian mereka dapat bersatu, dapat membantu dalam membangun agama hingga saat ini dan dalam khilafah Islam, berdiri kokoh hingga seribu tahun lebih walaupun ada jatuh bangun. Semua kesatuan itu adalah hasil dari kalimah Syahadah yaitu kalimah yang memberi teladan kepada manusia sehingga menjadi Syakhsiyah Taiyabah kepada masyarakat Taiyah kemudian Baldatun Taiyibah. Para sahabat dalam semua perbuatan, perkataan dan semua gerak-gerik mereka kepada Allahselalu berpegang teguh kepada Kalimatut Tauhid kalimah mentauhidkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala kemudian mentauhidkan mereka, karena mereka mentauhidkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Perbuatan dan jihad mereka karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Seperti dalam firman Allah :                                  Artinya : “Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka.dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadapa apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin) dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Qs. Al-Hasr : 9) Sesungguhnya Rasululloh menitik beratkan untuk kesatuan sehingga baginda tidak membenarkan untuk melakukan peselisihan walaupun dalam saf solat, baginda bersabda: ﴿لا تختلفوا فتختلف قلوبكم﴾ Artinya : "Janganlah kalian maju mundur, yang menyebabkan maju mundurnya hati kalian pula” (riwayat Imam Ahmad (177/9) (Mustadrak Al-Hakim (189/5). Baginda bersabda lagi : ﴿من أراد أن يفرّق أمر هذه الأمة وهم جميع فاضربوه بالسيف كائناً من كان﴾ Artinya : “siapa yang hendak memecahkan umat ini sedangkan adalah mereka berhimpun dalam jamaah maka hendak bunuh mereka siapa ada ia.” (riwayat Imam Muslim 47/2, Ahmad 227/41, Assuna Al-Baihaki 168/8.) Sesungguhnya perpecahan, bercerai-berai di antara kaum muslimin itu dapat menyebabkan lemah, tidak berjaya, di mana hari ini menjadi ikut serta dalam masalah politik, ekonomi dan lain-lain. Hari ini kita perlu bergantung kepada Al-Qur’an, karena Al-Qur’an mempunyai jalan keluar dan semua percaya kepada Al-Qur’an, di mana Al-Qur’an juga menyeru kepada kita untuk Iktisam (berpegang) dengan tali Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Demikian, Al-Qur’an menyeru kita-kita kepada Wihdatul Umah, yiatu seperti perkara di bawah ini : 1. Al-Qur’an menyeru kepada bersatu (wahdatul Umah) Al-Khilaf (الخلاف), Al-Ikhtilaf (الاختلاف) dan (المخالفة) dalam bahasa arab memberi satu makna, yaitu berselisih apabila menyalahi seorang akan seorang, yiatu lawan Itifat (الاتفاق). Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala. menakutkan kita dari perpecahan dan perselisihan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :                 Artinya: ”Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat.” (Qs. Ali-Imran : 105) Yang dimaksud dengan (الاختلاف) di sini ialah perselisihan dan perpecahan yang mendatangkan kepada permasalahan, keributan dan fitnah, karena perselisihan dari cara pandang, cara berpendapat dan cara berfikir adalah masalah karena cara berfikir dari setiap orang pasti berbeda, cara berpendapat juga berbeda, dan kemampuan dari cara berfikir juga berbeda, tetapi perselisihan itu akan mendatangkan perselisihan antara satu dengan yang lainnya. Adapun jika tidak mendatangkan pada perpecahan, dengan tujuan mereka yaitu hanya untuk taat kepada Allah dan Rosulnya, niscaya perselisihan tersebut tidak menyebabkan kemudharatan, karena itu adalah salah satu yang penting dalam pembangunan insan. Cara menyelamatkan umat islam dari masalah yang demikan adalah kita harus kembali kepada asal yang sama, tujuan yang sama, dan cara bentuk yang sama, niscaya kita tidak akan terpecah, dan akan tetapi jika terjadi juga nicaya tidak menghadirkan kemudharatan seperti pada masa sahabat Rosul, karena asas yang mereka gunakan adalah berdasarkan kitab Allah, sunnah Rosul, dan pada saat itu mereka hanya taat kepada Allah dan Rosul-Nya, jalannya hanya satu yaitu mengkaji dan memahami dalil-dalil Al-Qur’an dan Asunnah serta mengacu hanya kepada keduanya dalam setiap pendapat, istilah, perasaan dan politik. (Asawa-iq Al-Mursalah, muka 519/2). Oleh karena itu, cara-cara atau hukum atau fatwa dalam suatu hukum dalam bab fiqih (Far-iyah) yaitu menjelaskan tentang kesatuan umat yang menyeru secara Nassi dalam Al-Qur’an adalah haram di lakukan, seperti para sahabat yang paham, berkasih sayang dengan apa yang ada setelah terjadinya perselisihan dalam bab Far-iyah, diriwayatkan bahwa Abdulloh Bin Mas-ud pernah menegur saidina Usman karena beliau bersolat tamam (solat empat rakaat tanpa qasar) di Mina, tetapi Ibnu-Masud juga setelah beliau solat dibelakangnya beliau solat empat rakaat secara Tamam, maka apabila ditanya beliau berkata : Khilaf itu (Syaraun) jahat. (Tahzibul A’Thar 339/1, Musnad Abi Yakla 136/11). Dalam riwayat yang lain bahwa dikatakan kepada Imam Malik bahwa diiringi kita satu kaum yang menyalahi kita tentang sujud Sahwi, mereka berpendapat bahawa sujud Sahwi setelah salam, maka tiba-tiba seorang di antara mereka lupa yang adalah sujud sahwinya sebelum salam, sedangkan Al-Imam berpendapat setelah salam maka ia sujud dengan kami setelah salam? Beliau berkata; hendaklah kami ikutnya maka sesungguhnya Khilaf itu jahad. (Al-Mudauwanah Al-Kubra 360/1). Inilah seperti apa yang diajarkan Rosululloh kepada kita dalam beberapa masalah yang ada diantara para sahabat sehingga mereka sangat memahami tentang Khilaf serta mereka bersedia meninggalkan perselisihan mereka tersebut, sebagaimana baginda juga ketika membina Baitillah, baginda membina ikut asas Qawa-id Nabi Ibrahim AS, (Al-Bukhari 1584), karena Qurays baru saja dalam jahiliyah sedang baginda bimbang menyebabkan mereka lari.Dari sinilah dimulai masalah berhimpun, dan kesatuan atas masalah pembinaan. Oleh karena itu, telah di naskan para Imam-Imam mazhab seperti Imam Ahmad dan lain-lain tentang masalah Bismilah dan sambung solat witir dan lain-lain dari demikian itu lebih baik karena harus untuk mempersilakan untuk kesatuan makmum solat atau supaya memperkenalkan mereka akan sunnah. 2. Tujuan kita ialah beramal bukan Khilaf Semua perbedaan pendapat adalah bertujuan sama yaitu untuk mencari kebenaran kemudian mengamalkan apa yang menjadi kebenaran, dengan demikian perselisihan yang ada dalam sejarah Islam tidak memecah belahkan sesama umat islam, walaupun ada tetapi tidak sampai saling membunuh, cela mencela, khianat menghianati, kemudian tujuan mereka adalah mengharapkan ridho dari Allah dan Rosul-Nya. Seandainya semua orang bekerja karena Allah, tentu tidak ada lagi yang dapat menyebabkan perpecahan. Khalid Bin Walid setelah dilantik Abu Ubaidah Bin Al-Jarrah menjadi panglima perang dari Omar bin Khatab, beliau terus dalam perjuangannya walaupun diketuai oleh Abu Ubaidah karena beliau berperang karena Allah dan Rosul-Nya. Pendirian Khalid bin Walid sangat menakjubkan ketika diketahui bahwa Abu Ubaidah telah dilantik menjadi panglima perang, beliau berkata setelah menghadap kepada Abu Ubaidah: Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ampun dosa engkau, wahai AbuUbaidah, kitab perlantikan Amirul Mu’minin telah sampai kepada engkau, tetapi engkau tidak memberitahu kepada aku, sedang engkau pula bersolat di belakang aku (serta perlantikkan) pemrintah adalah perintahanmu.(lihat Al-Byahid wa Al-Nihayah, muka 105). Ini pendirian yang penuh dengan keikhlasan karena Allah dan Rosul-Nya, bukan karena pangkat dan sebagainya. Zuhudnya Khalid dan zuhudnya Abu Ubaidah. Al-Ghazali (RH) berkata : Perselisihan dalam masalah Juz-iyah adalah realitas yang tetap berlaku dan dengan cara mengambil perkara yang lebih penting itu adalah suatu hakikat yang berlaku dan seperti itu dan aku tidak melihat seorang yang terikat dalam masalah Juz-iyah serta mereka dikuasai dengannya dan kalah atas kebijaksanaan mereka, seperti orang yang Ta’sub kepada mazgab dan aku yakin bawa yang demikian itu adalah cara memberi dan cara mengajar mereka kepada orang awam, karena apa yang ada sekarang itu adalah apa yang ada di fatwa atau hukum yang keluar dari yang diajarkan guru-guru, orang awam menganggap seperti Al-Qur’an dan Hadits, karena istilah dalam fatwa itu kadangkala keliru seperti guru mencontohkan tidak memberi perbedaan di antara hukum ijtihad dari hukum yang tetap, begitu juga seperti menggunakan istilah hukum ijtihad hukum Allah atau hukum Rosul. Sebaiknya, Mufti hendaklah jangan percaya kepada dirinya sendiri sampai satu tahap yang mengelirukan khususnya masalah ijtihad hendaklah menggunakan istilah seperti; aku terlihat begini disisi kami atau yang sah dalil disisi kami begini, kemudian memberi ruang kepada orang lain maka kita juga ketika itu tidak menghalangi orang lain dari hukum-hukum Islam. (lihat Dusturu Thaqafah muka 98). Kalau kita kembali kepada sejarah, masalah seperti ini telah ada pada zaman Rosululloh, contohnya seperti ketika Rosululloh berkata kepada para sahabatnya ; ﴿لا يصليناحدٌالعصرَإلافي بني قريظة﴾ Artinya : “jangan sorang pun di antara kamu bersolat Asri kecewali di Bani Quraizah” (Al-Bukhari 4/85) Ketika tiba-tiba secara kebetulan masuk waktu Asri, mereka sedang di pertengahan jalan maka diantara mereka pun mendirikan solat, karena mereka paham maksud Rosululloh yaitu segera kepada Bani Qurauzah, ketika diantara mereka ada juga yang tidak solat karena mereka pahamnya secara zahir, mereka tidak solat hingga masuk waktu magrib karena tidak mau solat kecuali di Bani Quraizah. Maka hal tersebut sampai kepada Rosululloh, dimana baginda tidak menyalahkan kedua golongan para sahabat tersebut. 3. Tujuan kita ialah kebenaran, dari mana-mana pihak sekali pun Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:  ••           •      •     Artinya : “Wahai manusia! sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (Qs. Al-Hujurat : 13) Kalau kita perhatikan secara mendalam apa yang ada dalam Al-Qur’an, niscaya kita memahami bahwa al Qur’an banyak menanamkan perasaan mengenai persaudaraan diantara orang muslim, dan Allah berfirman:        •     Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (Qs. Al-Hujurat : 10) dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman lagi:   •     ••                                       ••    Artinya : “Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rosul (Muhammad) menjadi saksi saksi atas (perbuatan) kamu...” (Qs. Al-Baqarah : 143) Maka diantara keadilan dan Wasotiyah yang di sebut dalam Al-Qur’an ialah menerima kebenaran dari mana-mana mazhab apabila jelas dalil pada mereka. Adalah baginda Rasululah kerap kali berdo’a seperti ini.                                   •       Artinya : “wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tau kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan. (Qs. An-Nisa’ : 135) اللَّهُمَّ اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ Artinya : “Ya Allah tunjukkanlah kepada kami yang kami berselisih sesama kami dari perkara yang benar dengan izin engkau, sesungguhnya engkau member hidayat kepada mereka yang engkau kehendak kepada jalan yang betul”. (Riwayat Muslim no.770) Berkata Ibnu Al-Qiayim: barang siapa yang dihidayahkan oleh Allah tentak suatu kebenaran di mana dia dapat dan serta dalam kebenaran walaupun dari orang yang marah atau pun sedang berseteru dengannya, kemudian dia menolak perkara yang batil dari siapapun, walau dari orang yang ia sayangi dan orang yang setia kepadanya, maka itu adalah orang yang mendapat hidayah dari Allah atas perelisihan dari suatu kebenaran. Mu-aaz bin Jabal berkata: hendaklah kamu menerima kebenaran dari setiap orang yang menyampaikannya dan jika ia kafi (atau berkata) ia fajir (orang jahat) dan hendaklah kamu takut tentang penyelewengan Hakim, mereka berkata: bagaimanakah kita mengetahui bahwa orang-orang kafir berkata tentang kebenaran? Beliau berkata: sesungguhnya atas suatu kebenaran itu terdapat tanda yaitu Nur (cahaya). Sesungguhnya tersirat dan tertanam dalam hati orang-orang muslim mengenai arti penting suatu kebenaran dan harus mempercayai kebenaran itu di mana pun mereka berada. Dan dengan hal inilah kita dapat membasmi Tasub buta. 4. Bagaimanakah kita berjaya bersatu? Sesungguhnya Al-Qur’an telah menjelaskan dalam beberapa ayat mengenai kesatuan umat serta memberi gambaran tentang akibat perpecahan. Dan nikmat yang paling besar adalah dengan Islamlah kita dapat bersatu, seperti dalam firman Allah berikut ini :                          •            Artinya : “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk. (Qs. Ali-Imran : 103) Dengan demikian, kita sebagai umat Islam dapat bersatu dengan langkah-langkah seperti dibawah ini: 1. Menjauhkan diri dari segala masalah yang dapat menyebabkan perpecahan, serta selalu berusaha untuk bersatu dengan diikuti asbab-asbab yang dapat mendekatkan antara satu dengan yang lainnya. Allah berfirman:        •     •       Artinya : “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sungguh, setan itu (selalu) menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sungguh, setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (Qs. Al-Isra’ : 53) Maka perkataan yang buruk ialah suatu masalah yang mengikuti kata syaitan serta menyurut saf Islam. Allah menjelaskan bahwa kita wajib menjauhi dari perkataan tanpa berdasarkan ilmu, perbatanhan dan percakapan yang tidak memberi manfaat, karena itu dapat menyebabkan perpecahan, saling membenci, dan pertumpahan darah. Sebagaimana firman Allah sebagai berikut:  ••             Artinya : “Dan diantara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang memberi penerangan.” (Qs. Al-Hajj : 8) Firman yang berbunyi:  ••        •  •  Artinya : “Dan diantara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu dan hanya mengikuti para setan yang sangat jahat.” (Qs. Al-Hajj : 3) Diantara sebab firqah perpecahan juga perbantahan dan perbantahan yang dapat membawa kepada kehancuran. Allah berfirman:         •           •    •    •                   Artinya : “Dan sungguh Allah telah memenuhi janji-Nya kepadamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mengabaikan perintah Rasul setelah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antara kamu ada orang yang mengkehendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk mengujimu, tetapi Dia benar-benar telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang di berikan) kepada orang-orang mukmin. (Qs. Ali-Imran : 152)            •     Artinya : “dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kuatanmu hilang dan bersabarlah. Sungguh, Allah beserta orang-orang sabar.” (Qs. Al-Anfal : 46) Taat kepada Allah dan Rasul-Nya pada saat ada perselisihan khilaf diantara kita. Allah berfirman:              •              Artinya : “Katakanlah, “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban Rasul (Muhammad) itu hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu hanyalah apa yang dibebankan kepadamu. Jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Kewajiban Rasul hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan jelas.” (Qs. An-Nur : 54)     •       Artinya : “Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Ny, mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (Qs. An-Nur : 52) Kemudian Allah menyuruh kita agar kembali kepada kitab-Nya dan Rasul-Nya pada setiap permasalahan. Allah berfirman:                                Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs. An-Nisa : 59) Dan Allah berfirman:                  Artinya : “Dan apa pun yang kamu perselisihkan padanya tentang sesuatu, keputusanya (terserah) kepada Allah. (yang memiliki sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nya aku kembali.” (Qs. Asy-Syura : 10) Islah (memperbaiki) diantara orang-orang yang beriman yaitu berdakwah dengan Mau’idzoh Hasanah, bukan dengan kekerasan. Allah berfirman:        •     Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (Qs. Al-Hujurat : 10)              •     •        Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (Qs. An Nahl: 125)            Artinya : “Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan (cara) yang lebih baik, Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan (kepada Allah).” (Qs. Al-Mu’minun : 96) Menanamkan pemahaman Umatun Wahidah, kebesarannya, kehibatannya, dan kepentingan kasih sayang untuk kesatuan umat serta kepentingan umat, seandainya dapat sholat bersama-sama di Masjidil Haram tanpa ada perselisihan, maka kenapa kita tidak dapat bersatu dalam hal lainnya. Inilah yang kerap kali dibahas dalam Al-Qur’an mengenai pentingnya kesatuan Umat Islam. Allah berfirman : •  • •      Artinya : “Sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu dan aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah aku.” (Qs. Al-Anbiya : 92) •  • •    •  Artinya : “Sesungguhnya ini Umat agama Islam adalah Umat agama kamu, agama yang asas pokuknya satu, dan Akulah Tuhanmu, maka bertaqwalah kamu kepadaKu”. Berusaha untuk melahirkan titik-titik pertemuan yang penting dalam kesatuan Umat Islam seperti tujuan yang ditetapkan dalam Al-Qur’an:   •     ••                                       ••    Artinya : “Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.” (Qs. Al-Baqarah : 143)   •  ••                      Artinya: “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (Qs. Ali-Imran : 110) Maka di sinilah kita diwajibkan agar bersatu dan terus berusaha agar kita dapat mencapai tujuan kita, yaitu Am-run bil-ma’ruf dan nahyun anil-munkar dan menjadi saksi atas kebenaran agama Islam, wasatiyahnya, dan keimanan kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين والحمد لله رب العالمين وبتوفيقه تتم الصالحات.

SHARE THIS

Author:

Facebook Comment